Peluang untuk melanjutkan studi di luar negeri khususnya perguruan tinggi strata 1 (bachelor degree) saat ini memiliki kesempatan yang cukup luas. Jalur penerimaan mahasiswa ke luar negeri pun beragam, bisa melalui jalur beasiswa ataupun mandiri. Faktanya pelajar Indonesia yang melanjutkan studi ke luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Institut Statistik UNESCO (dilansir dari beberapa sumber), terdapat 53604 mahasiswa yang melanjutkan studi di luar negeri sepanjang tahun 2021.
Banyak anggapan mengenai studi di luar negeri yang mengatakan bahwa biayanya mahal dan prosesnya rumit; belum lagi masalah keimigrasian, visa dan pra-studi lainnya yang harus disiapkan dengan matang sebelum keberangkatan. Di sisi lain terdapat opini bahwa belajar di luar negeri bukan tentang biaya, tetapi lebih ke bagaimana bisa beradaptasi dengan lingkungan dan tidak terpengaruh hal – hal yang tidak sesuai dengan budayanya.
Maka dari itu untuk meminimalisasi overthinking berlebihan tentang studi di luar negeri, program Internasional SMA Batik 1 Surakarta mengadakan class-show bertajuk Dare to Study Abroad. Acara ini merupakan rangkaian kegiatan pasca semester bekerjasama dengan International Office Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesempatan ini terdapat dua agenda penting yaitu sharing moment dari mahasiswa luar negeri yang kuliah di UNS, dilanjutkan dengan sharing dari mahasiswa UNS yang mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Salah satu narasumber adalah Abdulmajid Fallaha, mahasiswa sastra Inggris UNS asal Suriah bercerita tentang tantangan yang dihadapi ketika studi di Indonesia yaitu penggunaan bahasa.
“The language I learned before I met local people here is different; my friends said bahasa saya terlalu formal. I learned formal language so sometimes I dont understand with daily language in bahasa that usually teman2 aaya ucapkan,” jelasnya. Selain itu, cultural shock juga menjadi salah satu kendala. Hal yang sama dialami juga oleh Zoarinala Faratina Irene Arson. Perbedaan budaya, kebiasaan, ataupun hal hal kecil lainnya yang membuat Iren begitu panggilannya harus pandai pandai menyesuaikan dan tidak menjadikannya masalah yang berat. Terbukti bahwa Iren sendiri sudah 9 tahun berada di Indonesia melanjutkan program pascasarjananya.
Hal menarik lainnya adalah pengalaman dari Fransiskus Andre Prasetyo Priyanto dan Zahra Humaida Rahman yang mendapatkan beasiswa Indonesian International Student Mobility Award (IISMA). Melansir laman resmi IISMA, program ini adalah program unggulan Kampus Merdeka yang terselenggara melalui kerja sama antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Kementerian Keuangan. Negara tujuan Andre untuk studi adalah Chili sedangkan Zahra adalah Turky. Selain mendapat pengalamn belajar, keduanya juga mendapat kesempatan untuk memperkenalkan budaya Indonesia antara lain batik dan gamelan. Ketakutan yang mungkin dirasakan setiap orang sebelum studi ke luar negeri juga dirasakan mereka. Tetapi bukan berarti hal tersebut mengalahkan semangat mereka untuk menimba ilmu pengetahuan di negeri orang. Dengan begitu, ikut pula berpartisipasi dalam mengenalkan Indonesia ke dunia.
Kegiatan yang dilaksanakan selama kurang lebih 2 jam ini menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris, sesuai dengan salah satu program kelas internasional yaitu building English language environment. Antusiasme siswa juga cukup tinggi, dengan aktifnya siswa dalam melakukan sesi tanya jawab. Kesadaran mereka akan pentingnya sesi ini dikarenakan program kelas internasional salah satunya dipersiapkan agar siswa tidak gagap dengan International circumstance dan kedepannya dapat siap melanjutkan studi di luar negeri baik sarjana maupun magister.